Taliban Larang Perempuan Bersuara, Termasuk Membaca Al-Quran

Taliban Larang Perempuan Bersuara, Termasuk Membaca Al-Quran

bagusplace.com. Taliban Larang Perempuan Bersuara, Termasuk Membaca Al-Quran. Taliban kembali mengeluarkan aturan baru yang membatasi hak-hak perempuan di Afghanistan. Mereka melarang perempuan untuk bersuara keras, bahkan saat melakukan ibadah seperti membaca Al-Quran dan salat. Aturan ini tidak hanya membatasi ruang gerak perempuan di ruang publik tetapi juga mengekang mereka dalam aktivitas sehari-hari, termasuk ibadah.

Pembatasan Suara Perempuan dalam Ibadah

Aturan baru ini di keluarkan oleh Menteri Amar Maruf Nahi Munkar, Mohammad Khalid Hanafi. Perempuan, menurut aturan ini, harus menahan suara saat beribadah, bahkan di depan sesama perempuan. Hanafi menekankan, perempuan tak boleh mengucapkan takbir atau azan dengan lantang dan di sarankan beribadah dengan suara pelan. Bagi Taliban, suara perempuan di anggap aurat, sehingga harus di jaga agar tak terdengar oleh orang lain, termasuk sesama perempuan.

Pembatasan ini juga melarang perempuan bernyanyi atau memainkan musik. Taliban menganggap suara perempuan tidak pantas di dengar oleh orang lain. Bahkan ketika perempuan sedang salat, mereka tetap harus menjaga suara agar tidak terdengar.

Larangan Berdialog dan Pembatasan Ekspresi

Selain melarang perempuan bersuara keras saat ibadah, Taliban juga mengindikasikan larangan berbicara antar sesama perempuan. Percakapan ringan atau curhat juga di larang. Di Herat, salah satu bidan melaporkan bahwa Taliban bahkan melarang di rinya berbicara dengan saudara laki-lakinya, satu-satunya anggota keluarga yang tersisa.

Aturan ini membuat perempuan Afghanistan semakin terisolasi dan kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi. Bagi perempuan yang tinggal di bawah aturan ketat Taliban, setiap interaksi atau kegiatan sederhana harus di lakukan dengan hati-hati. Banyak yang khawatir, aturan ini semakin membungkam hak perempuan untuk mengekspresikan di ri.

Lihat Juga :  China Kecam Pembunuhan Ismail Haniyeh Bos Hamas

Taliban Larang Perempuan Bersuara, Termasuk Membaca Al-Quran

Kekhawatiran Hak Asasi Manusia

Para pengamat hak asasi manusia khawatir, aturan ini semakin memperburuk situasi perempuan di Afghanistan. Larangan berbicara, bernyanyi, dan berinteraksi di depan umum di anggap sebagai langkah ekstrem yang mengurangi kebebasan perempuan. Aturan yang di terapkan dengan interpretasi agama ini membuat perempuan hidup dalam ketakutan, takut akan hukuman jika melanggar.

Aturan ini juga menambah daftar panjang larangan bagi perempuan, mulai dari bekerja, bersekolah, hingga bepergian. Situasi ini membuat perempuan terisolasi dari masyarakat dan dunia luar. Hak-hak dasar perempuan untuk berkomunikasi dan berpartisipasi semakin di batasi, menambah keprihatinan banyak pihak.

Dampak Psikologis pada Perempuan Afghanistan

Pembatasan suara tidak hanya berpengaruh pada hak fisik perempuan, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental mereka. Larangan bersosialisasi meningkatkan perasaan terisolasi dan stres bagi banyak perempuan. Mereka merasa terpenjara dalam ruang pribadi, tanpa kesempatan berinteraksi. Kondisi ini dapat memperburuk kesehatan mental mereka, terutama bagi yang telah mengalami trauma akibat konflik panjang di Afghanistan.

Perempuan Afghanistan juga merasa terasing dari komunitas. Aturan ini membuat mereka tak bisa menjalin hubungan sosial bahkan dengan sesama perempuan. Isolasi sosial semacam ini meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Menurut pengamat, pembatasan dalam berinteraksi bisa berdampak serius pada kesehatan mental jangka panjang perempuan di Afghanistan.

Sejarah Penindasan Perempuan di Bawah Taliban

Taliban, yang kembali berkuasa pada Agustus 2021, telah menerapkan serangkaian aturan yang mengekang kebebasan perempuan. Sejak saat itu, hak-hak perempuan di batasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga kegiatan di luar rumah. Perempuan di larang bersekolah, di larang bekerja di sektor-sektor tertentu, dan hanya bisa keluar rumah dengan pengawasan keluarga laki-laki.

Lihat Juga :  Myanmar Diminta Hormati Perdamaian oleh Indonesia

Pembatasan ini membuat perempuan Afghanistan semakin terpinggirkan. Lembaga internasional dan kelompok advokasi hak asasi manusia terus mengecam kebijakan Taliban ini. Mereka menilai aturan ini sebagai bentuk penindasan yang melanggar nilai-nilai universal tentang hak asasi manusia.

Respons dan Upaya Internasional

Komunitas internasional terus menyuarakan keprihatinan terhadap kebijakan Taliban. Namun, tekanan internasional belum cukup kuat untuk mengubah kebijakan Taliban. Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi hak asasi manusia dan negara-negara lain mencoba mempengaruhi Taliban agar menghormati hak-hak perempuan. Namun, hasilnya belum memuaskan.

Kelompok-kelompok ini mendesak pemerintah Afghanistan yang di kendalikan Taliban agar menghormati hak-hak perempuan. Dunia berharap, ada perubahan yang mengembalikan hak-hak dasar perempuan Afghanistan dan memberi mereka kesempatan hidup lebih bebas.

Kesimpulan

Larangan bersuara bagi perempuan Afghanistan, bahkan dalam ibadah, adalah salah satu dari banyak aturan yang membatasi kebebasan mereka di bawah Taliban. Aturan ini tidak hanya membatasi aktivitas keagamaan, tetapi juga menekan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan Taliban memicu kekhawatiran tentang masa depan perempuan Afghanistan yang semakin jauh dari kebebasan dan hak dasar.

Perjuangan memulihkan hak-hak perempuan di Afghanistan masih panjang dan penuh tantangan. Komunitas internasional harus mendukung upaya untuk mengakhiri di skriminasi ini. Dukungan ini di harapkan bisa membantu perempuan Afghanistan mendapatkan kesempatan hidup lebih baik dan bermartabat.