bagusplace.com. Rusia Bergerak Usai Pemberontak Bikin Suriah Membara. Konflik di Suriah kembali memanas setelah kelompok pemberontak, yang di pimpin oleh Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), mengklaim telah mencapai jantung kota Aleppo. Pemberontakan ini terjadi hampir satu dekade setelah HTS di paksa mundur dari kota tersebut oleh pasukan pemerintah Suriah yang di dukung oleh sekutunya, termasuk Rusia dan Iran. Pada Sabtu lalu, otoritas Suriah merespons dengan menutup bandara di Aleppo dan semua akses jalan menuju kota itu, berusaha menghalangi kemajuan pemberontak yang menguasai beberapa bagian utama kota.
Pemberontak Mencapai Jantung Aleppo
Kelompok pemberontak HTS mengklaim telah berhasil memasuki Aleppo untuk pertama kalinya sejak 2016, saat pasukan Suriah bersama sekutunya, Rusia, Iran, dan milisi Syiah regional, berhasil merebut kembali kota itu. Pemberontak terpaksa mundur setelah berbulan-bulan di bombardir dan di kepung. Komandan brigade pemberontak Jaish al-Izza mengatakan kemajuan cepat mereka minggu ini didorong oleh sedikitnya petempur yang didukung Iran di Aleppo. Beberapa pekan terakhir, pasukan sekutu Iran di Suriah mengalami serangan udara Israel yang berat, memperburuk ketegangan di Timur Tengah.
Alasan di Balik Serangan Pemberontak Konflik Suriah
Para pemberontak mengklaim bahwa serangan mereka merupakan respons atas serangkaian serangan udara yang di lancarkan oleh pasukan Rusia dan Suriah terhadap warga sipil di Idlib, wilayah yang saat ini di kuasai oleh pemberontak. Serangan ini, yang meningkat dalam beberapa pekan terakhir, di anggap sebagai ancaman yang harus di hadapi oleh pasukan oposisi. Selain itu, pemberontak menganggap operasi ini sebagai langkah pencegahan terhadap serangan lebih lanjut yang berpotensi di lancarkan oleh militer Suriah di masa depan.
Konflik Suriah Tanggapan Pemerintah Suriah dan Rusia
Pemerintah Suriah, yang di pimpin oleh Presiden Bashar al-Assad, dengan cepat merespons serangan pemberontak ini dengan dukungan penuh dari Rusia. Militer Rusia telah menjanjikan bantuan militer tambahan kepada pemerintah Suriah untuk membantu menggagalkan serangan pemberontak yang semakin meluas. Angkatan udara Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap pasukan antipemerintah yang telah menguasai sebagian kota Aleppo, mengklaim berhasil menghancurkan 200 militan dalam waktu 24 jam.
Serangan Udara Rusia untuk Menggempur Pemberontak Konflik Suriah
Serangan udara Rusia terhadap pemberontak semakin memperburuk eskalasi konflik ini. Otoritas Rusia menyatakan bahwa mereka telah menghancurkan sekitar 200 militan dalam serangan tersebut, meskipun klaim ini tidak dapat di pastikan kebenarannya. Menurut laporan kantor berita Rusia, serangan udara ini merupakan bagian dari upaya untuk mengusir pemberontak dari kota Aleppo dan wilayah sekitarnya. Pasukan pemerintah Suriah juga di perintahkan untuk menarik pasukan dari daerah-daerah utama di Aleppo, guna memberi ruang bagi serangan udara Rusia yang lebih intensif.
Turki dan Dampaknya pada Stabilitas Kawasan
Di tengah ketegangan ini, Turki, yang memiliki hubungan erat dengan kelompok pemberontak, turut berperan dalam mengarahkan jalannya pertempuran. Sumber oposisi yang terkait dengan intelijen Turki mengungkapkan bahwa pemerintah Turki memberi izin serangan besar-besaran pemberontak terhadap pasukan Suriah. Namun, Turki berusaha mencegah ketidakstabilan lebih lanjut dan memperingatkan bahwa serangan ini bisa merusak perjanjian de-eskalasi yang sudah ada.
Dukungan Turki kepada Kelompok Pemberontak
Turki telah lama menjadi pendukung utama kelompok pemberontak yang beroperasi di Suriah. Selain memberikan dukungan logistik dan militer, Turki juga mendukung pemberontak dalam pertempuran melawan pasukan pemerintah Suriah. Namun, dukungan ini berisiko meningkatkan ketegangan antara Turki dan negara-negara lain yang terlibat dalam konflik Suriah, seperti Rusia dan Iran, yang merupakan sekutu utama Presiden Bashar al-Assad.
Potensi Dampak Terhadap Perjanjian De-Eskalasi
Perkembangan terbaru ini memiliki potensi untuk merusak perjanjian de-eskalasi yang telah di capai sebelumnya antara Rusia, Turki, dan Iran. Perjanjian ini bertujuan untuk mengurangi kekerasan di beberapa wilayah di Suriah dan menciptakan zona aman bagi warga sipil. Namun, dengan semakin meningkatnya kekerasan antara pemberontak dan pasukan pemerintah, perjanjian ini berada di ujung tanduk. Turki telah memperingatkan bahwa serangan baru-baru ini dapat merusak upaya untuk mencapai stabilitas jangka panjang di Suriah dan memperburuk ketegangan yang sudah ada.
Konflik yang Tak Berujung
Konflik di Suriah yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade terus menunjukkan di namika yang rumit. Suriah telah menjadi medan pertempuran bagi banyak kekuatan internasional, dengan berbagai negara yang terlibat langsung dalam pertempuran, baik itu untuk mendukung pemerintah maupun kelompok oposisi. Sementara itu, warga sipil terus menjadi korban dari konflik ini, dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat setiap tahunnya.
Suriah sebagai Medan Perang yang Terus Berkecamuk
Suriah terus menjadi medan perang yang tidak berkesudahan, di mana pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak berlangsung dengan sangat intens. Meskipun sejumlah perjanjian damai telah di capai, konflik ini tetap berlangsung dengan sporadis dan tanpa solusi yang jelas. Kondisi ini memperburuk penderitaan rakyat Suriah, yang terus menghadapi kekurangan pangan, obat-obatan, dan tempat tinggal yang aman.
Harapan untuk Perdamaian
Meskipun konflik ini tampak tak berujung, masih ada harapan untuk tercapainya perdamaian di Suriah. Upaya di plomatik terus di lakukan oleh negara-negara internasional untuk mengakhiri perang ini dan membawa stabilitas bagi kawasan tersebut. Namun, dengan semakin kompleksnya di namika politik dan militer, sulit untuk memprediksi kapan perdamaian akan tercapai. Hingga saat itu, rakyat Suriah terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kekacauan yang tak berkesudahan.